Aku ketinggalan bus terakhir. Aku gak bisa pulang tadi malam.
Gak ada tempat menginap.
Shit. Kacau sekacau-kacau nya.
Cara terbaik untuk mengakhiri penantian seorang laki-laki adalah dengan menolaknya dengan kasar di tempat umum, dan membiarkannya menggelandang di pinggir jalan.
Membiarkannya mendengarkan isak tangismu lewat telpon.
Membiarkannya mengabulkan permintaan terkhirmu.
"Aku ingin mendengarkan suaramu untuk terahkhir kalinya"
Luar biasa.
You girls are amazing.
Pagi ini, dengan perasaan campur aduk, yang herannya, aku nggak ngerti , aku berjalan sendirian.
Aku tak tau harus kemana. Harus apa. Harus bagaimana.
Aku terus berjalan dengan ratusan pikiran berkecamuk di benakku.
Dan tanpa sadar, aku udah sampai ke rumah kontrakan lamaku.
Aku terus berjalan. Dan yang kumaksud benar-benar berjalan kaki.
Pernah bayangkan gimana jalan kaki dari Simpang Kampus terus ke Pasar II Padang Bulan, mutar-mutar Pasar I, II, III dan terus ke Ring Road, Tanjung Sari, putar ke Dr.Mansyur, Terus ke Pringgan, Mongonsidi, dan terakhir berhenti di kuburan Padang Bulan?
Kalau kamu orang Medan, pasti paham.
Kota ini menyebalkan.
Kota ini penuh kenangan tentangmu.
Kota ini penuh tempat-tempat yang mengingatkanku tentangmu.
Tempat-tempat tadi adalah tempat dimana aku banyak menghabiskan hidupku bersamamu.
Selama aku ada di Medan.
Dan setiap sudut kota sialan ini mengingatkan aku tentang kejadian-kejadian yang kualami bersamamu.
Disetiap titik perhentianku, aku melihat sosokmu.
Tersenyum dan menatap manis kepadaku.
Bantu aku, ya Tuhan.
Hari #19 - Kenangan Bodoh
Monday, April 29, 2013
100 Hari Menunggu Cinta