Pinkping

 

Makhluk jelek berwarna pink itu namanya Pinkping. I hate it and gratefully thank it.
Ya. Aku benci dia sekaligus berterima kasih padanya.

Lho? Kok?

Dia adalah boneka yang kubelikan untuk Herlina waktu aku datang ke Medan.
Hari itu tepat sehari sebelum hari Valentine.
And guess what?
Aku nggak bawa apa-apa.
No Coklat. No Present. Nothing
Saya adalah pacar yang buruk. Jangan dicontoh yah...
Buat para cowok, ingatlah, selalu mempersiapkan hadiah yang tepat untuk orang yang kamu sayangi, terutama di hari-hari istimewa. Terutama hari ulang tahun, hari valentine, atau hari jadian. Atau hari apalah.
Membeli di hari-H, terutama membeli bersama orang yang ingin dibelikan bukan ide yang bagus.

Hari itu, kami memilih untuk jalan-jalan di mall aja.
Nah, pas selesai muter-muter jalan sana jalan sini, kulihat matanya tertuju pada sebuah boneka yang terpajang di etalase sebuah toko. (Maksudnya ya si jelek yang jadi judul cerita ini lah...)
Sekali lewat, matanya tertuju kesitu. Dua kali lewat, matanya masih tertuju kesitu.
Ketiga kalinya, sebelum matanya melirik kesitu, aku langsung nanya,
"Mau?"
"Mau apa bang?" tanyanya
"Ya, itu." jawabku sambil menunjuk ke arah boneka itu.
"Gak ah. Emang aku anak kecil, main boneka?" jawabnya lagi.

Aku anggap itu sebagai jawaban iya.
Kugamit tangannya dan kuajak masuk ke toko.
"Pilih deh yang kamu suka" ujarku.
(Mulut sih sok jago, tapi dalam hati udah ngitung-ngitung, ntar ongkos pulang masih ada nggak ya?)
Ia menatapku, entah apa maksud tatapannya itu.
Tapi tetap saja, sepertinya ia maklum, kalau isi sakuku udah nggak kuat seandainya ia memilih boneka yang gedenya segede anak gajah. (Bener, ada lho, boneka yang bahkan lebih gede dari pesumo jepang)

Ia menunjuk boneka pinguin berwarna pink itu.
"Ini mau?" tanyaku
Ia hanya mengangguk. Tanda setuju.
Dan boneka itu berpindah ke tangannya.

Kami memberinya nama Pinkping.
Pink, karena warnanya pink, dan Ping singkatan dari pinguin. Jadi pinguin berwarna pink.
Aku membencinya karena dia setiap malam tidur dengan kekasihku.
Aku cemburu!
Aku juga pengen, tau!

Tapi aku berterima kasih padanya, karena setiap kali Herlina punya masalah, cuma Pinkping yang jadi temannya bercerita. Cuma Pinkping yang selalu bersedia untuk dipeluk.
Tiap kali kami bertengkar, Pinkping lah sahabatnya tempat menangis.
Tiap kali aku menjadi egois, Pinkping lah tempatnya mengadu.
Tiap kali ia merindukanku, ia akan memeluk Pinkping-nya.

"Bonekanya kan si pingpink"
"Wajar aku cerita sama dia"
"Hanya dia yang bisa ku peluk di saat aku mau nanggis begini"
"Karena ujung-ujungnya abang pasti akan selalu menyalahkan aku"
"Mendinglah aku menanggis sendiri bang"
"Dari tadi aku pengen meluk seseorang tapi siapa bang???"
"Abang jauh kali"
"Gak ada lagi yang bisa aku percaya bang"
"Kecuali abang"

Maafkan aku sayang.
Aku memang egois.

Beberapa bulan yang lalu, kudengar kalau Pinkping sudah hancur.
Tangannya putus dan beberapa bagian sudah berlubang.
Kalau Pinkping makhluk hidup, sih, sudah bisa dikategorikan mati.
Terima kasih Pinkping.