Andai Kau Ada Disini


Dear Herlina,

Ah, betapa saat ini aku ingin kau hadir disini.
Setiap hari aku menempuh perjalanan yang menghabiskan waktu berjam-jam.
Berangkat di pagi hari.
Menyaksikan matahari bersinar diantara langit yang cerah.
Pulang di kala petang.
Menyaksikan matahari tenggelam bersama langit yang semakin kecoklatan..
Warna kesukaanmu.
Ingin kutunjukkan padamu tempat-tempat dimana aku sering berhenti untuk menikmati suasana matahari tenggelam di sore hari.
Aku ingin menyaksikannya bersamamu.
Duduk disini dan memandang langit yang sama.
Bercerita tentang apa saja.
Memandang wajahmu.
Dan membandingkan keindahannya dengan pemandangan yang terhampar didepan mataku.
Aku merindukanmu kekasih.

Foto Dalam Dompet


Dear Herlina,

Aku suka menyimpan fotomu didalam dompet.
Rasanya dompet itu nggak keren kalau nggak ada fotomu didalamnya.
Serius.
Selain buat bikin dompet keliatan lebih tebal (what...?) juga bisa berfungsi sebagai pelepas rindu kalau aku lagi kangen dan nggak bisa buka komputer.
Gimana kalau tiba-tiba mati lampu, terus kangennya udah nggak tertahan lagi?
Orangnya jauh, ya terpaksa buka dompet, nyalain senter dan tatap deh itu foto puas-puas.

Dari dulu sih, aku memang suka nyimpan foto dalam dompet.
Entah itu fotoku sendiri, foto keluarga, atau foto pacarku.
Jangan cemberut gitu lah.
Yang kumaksud pacarku ya kamu. Bukan siapa-siapa kok. Beneran.

Speaking about your photograph,
Diantara semua foto yang pernah kamu kasih buat aku, yang ini adalah favoritku.
Gimana ya, kamu keliatan eksotis gitu.
Kayak cewek-cewek yang dilukisan pelukis-pelukis bali, gitu lah.
Keren pokoknya.

Memang sih, aku jarang mau nyetak foto mu.
Kalau mau dipikir-pikir lagi, aku bahkan malas nyetak foto sendiri.
Kamu yang rajin nyetak foto mu dan ngasih buat aku, untuk ditaruh di dompet.
Aku masih ingat, pertama kali fotomu masuk dompet itu karena dipaksa.
Hahahahaha...
Iya, kamu maksa supaya aku masukin foto kita berdua kedalam dompetku.
Aku pernah menyimpan berbagai fotomu dalam dompet.
Mulai dari foto waktu TK, SMU sampai pas foto buat ijazah.

Tahun lalu, aku kehilangan dompetku, dan semua harta berhargaku dalam dompet hilang.
KTP, SIM, ATM, STNK, dan koleksi fotomu.
Rasanya kesal sekali.
Waktu aku datang ke Medan berikutnya, kamu langsung memberikan setumpuk foto baru buatku.
Beberapa foto yang kamu cetak sendiri di kantor.
Termasuk foto kita berdua.
Terima kasih. It really means a lot for me.

Semakin Jauh


27 Februari 2013. Jam 10.10 pagi.Aku mencoba menyapamu dari BBM.
Sejak pagi kutunggu akankah engkau mengganti status atau mengganti display picture mu.
Berharap foto barumu dapat mengobati rasa rinduku.
Akhirnya memang kamu mengganti foto. Aku senang sekali

Kamu akan berangkat liburan ke Thailand tanggal 24 februari.
Saat kubaca statusmu yang panik dan kesal karena kehilangan passport, aku mencoba untuk menenangkan pikiranmu. Hanya mencoba menghibur dengan sedikit bercanda.

Kamu malah menghardikku...
Menyakitkan sekali.
Sudah sedemikian jauhkah kau dariku kekasih?
Do I deserve this?

Bukan Aku


25 Februari 2013. Jam 8.10 malam.
Aku melihat status BBM terbarumu, berharap ada sesuatu yang dapat mengurangi rasa rinduku.
Tapi aku semakin kecewa.
Ternyata bukan aku yang kau rindukan.
Semakin sesak.
Tapi biarlah.
Selama aku tau kau baik2 saja, aku akan kuat.
Aku pasti kuat.

I Think I Wanna Marry You


Dear Herlina,

Ada sebuah lagu yang sangat berkesan bagiku.
Lagu Bruno Mars yang judulnya Marry You.
Kamu sepertnya suka sekali lagu ini, dan aku sangat ingat, waktu kamu dapat lagunya, langsung kasih dengar ke aku, lewat telpon.
"Bang, tolong carikan liriknya..." katamu.
Cuma modal google, toh.
Easy cake.

It's a beautiful night, We're looking for something dumb to do.
Hey baby, I think I wanna marry you.
Is it the look in your eyes, Or is it this dancing juice?
Who cares baby, I think I wanna marry you.

Well I know this little chapel on the boulevard we can go,
No one will know, Come on girl.
Who cares if we're trashed got a pocket full of cash we can blow,
Shots of patron, And it's on girl.
Don't say no, no, no, no-no; Just say yeah, yeah, yeah, yeah-yeah;
And we'll go, go, go, go-go. If you're ready, like I'm ready.
Cause it's a beautiful night,
I'll go get a ring let the choir bells sing like oooh,
So whatcha wanna do? Let's just run girl.
If we wake up and you wanna break up that's cool. No, I won't blame you;
It was fun girl. Just say I do, Tell me right now baby,
Tell me right now baby, baby


Hanya bermodal rasa suka. Tapi semuanya terasa indah. Cinta yang membahagiakan mereka.
Bisakah kita seperti itu juga?
Kamu juga mikir gitu?
Kita menyanyikan lagu itu bersama-sama, malam itu.
Karaoke on the phone.
Hahahahahaha

Setelah itu, lagunya dijadikan ringtone BB mu.

Dan pengalaman lain yang membuatku sangat mengingat lagu ini adalah ketika kita pergi liburan.

Ingat foto diatas?

Waktu itu aku pergi keluar buat beli makanan dan minuman.

"Aku tinggal disini aja ya bang." katamu.
"Ya gak apa-apa"

Sebenarnya nggak lama sih, paling-paling cuma sekitar 30 menit.
Nah, waktu aku balik, kamu udah tertidur pulas.
Pas mau masuk, kuketuk pintu, kubunyikan bel, kupanggil-panggil, tapi gak ada jawaban.
Pintu gak dibuka juga.
Kucoba meneleponmu, gak ada jawaban.

Tapi samar samar kudengar lagu itu.
Artinya BB mu sedang aktif dan kamu ada didalam.
Tapi kenapa tidak diangkat?

Pikiranku mulai kacau. Kan macam-macam kemungkinan bisa aja terjadi.

Aku terus menelepon, kuketuk pintu, kubunyikan bel, kupanggil, tapi tetap tidak ada jawaban.
Dan itu terjadi hampir 40 menit!!!

Aku mulai panik.
Apa yang terjadi denganmu?

Aku berlari meminta bantuan, sampai akhirnya petugas datang dan membawa kunci cadangan untuk mendobrak masuk.

Kulihat kamu sedang tertidur pulas.
Kubangunkan, dan sepertinya kamu malah tidak tahu apa-apa.
"Kenapa bang?" kamu malah nanya.

Aku yang memang udah marah, jadi tambah marah.
Eeeeeh.... kamunya malah merajuk.

Tapi waktu aku melihat wajah polosmu, gimana mau marah?
Aku kan sayang kamu. Hehehehehe...
Haaah.... pokoknya kamu udah menakutiku.

Aku (Bagian IV)

Aku (Bagian III)

Sebagian besar masa kecilku adalah tinggal di kota. Tapi mungkin faktor sering berpindah-pindah lingkungan membuatku sulit bergaul. Aku lebih suka menghabiskan waktu dirumah. Bermain sendirian dirumah, membaca buku, atau mendengarkan musik. Suka membaca bukan berarti aku lantas jadi pelajar yang cerdas. Buku yang kubaca tidak jauh dari seputaran komik, novel atau majalah. Dalam hatiku, buat apa kenal dengan orang sekitar, toh tidak lama lagi kami juga akan pindah rumah lagi.

Disekolah pun aku bukan termasuk anak yang pintar. Prestasiku biasa-biasa saja. Aku tidak menyukai pelajaran apapun malah cenderung sangat malas kalau disuruh belajar berhitung. Aku benci matematika. Tapi semua berubah sejak aku mengenal bahasa inggris. Pelajaran yang menurut kebanyakan teman-teman sebayaku menyebalkan, malah dengan mudah kucerna. But that's it. Hanya itu yang aku punya. Aku benar-benar pelajar payah.

Di sekolah pun, aku sering menjadi sasaran bully. Sejak kecil, aku memang kurus, tidak pernah lebih, tidak pernah kurang. Cukup tinggi untuk anak seumurku memang, tapi tetap saja kurus. Makanya sering jadi incaran anak-anak yang berbadan lebih besar. Aku sering dikerjai habis-habisan, karena mereka tahu, aku tidak akan (atau tidak bisa) melawan. Cara termudah untuk selamat hanya satu. Menghindar. Mengadu kepada guru tidak akan menyelesaikan masalah. Jadi kalau kamu seorang guru, ingatlah untuk memperhatikan anak yang cenderung pendiam dan berbadan kecil. Kemungkinan ia adalah sasaran empuk untuk di-bully anak-anak yang lebih besar badannya. Dan kalau kamu pikir disekolahmu ada seorang freak yang enak buat dijadikan bahan bercandaan, ingatlah, kalau kami para freaks akan mengingat seumur hidup perlakuanmu kepada kami. Ho ho.... Lihat saja.

Aku juga tidak suka olahraga. I hate all kind of sports. I sucks on all kind of sports. Bagiku, tidak ada yang lebih menarik daripada menunggu bel waktu pulang dan secepatnya berlari ke game center terdekat. Main video game. Itu adalah duniaku. Semacam tempat sakral yang memenuhi semua hasrat kanak-kanakku. Satu-satunya tempat dimana aku bisa menjadi jagoan yang menghajar semua musuh-musuhku dengan tangan sendiri. I am somebody. Entah apapun itu.

Waktu SD, aku pernah suka pada seorang teman sekelas. God, she was like heaven to me. Seorang gadis kecil, dengan senyumnya yang manis, dengan tutur katanya yang lembut, bisa membuat seorang freak sepertiku bisa salah tingkah kalau bertatap mata dengannya. Satu-satunya anak yang mungkin bisa memberikan aku alasan yang tepat untuk datang ke sekolah. Hehehe... namanya juga cinta monyet. Namanya Eitri. Aku pindah kekota waktu kelas 4 SD. Dan sejak itu juga, aku tidak pernah lagi berjumpa dengannya. Sudah hampir 20 tahun. Ketika SMP, ibu pernah bilang kalau ibu berjumpa dengannya di pasar (waktu itu kami sudah tinggal di kota) dan Eitri mencariku (kata ibuku lho...). Sekarang ini aku memang sudah kembali tinggal di kampung halamanku, tapi entah kenapa, aku tidak pernah berusaha mencarinya, walaupun sebenarnya aku kepingin tahu juga. Seperti apa dia sekarang? Mungkin nanti lah, kapan-kapan aku mau mencari tau keberadaannya.

Di SMP pun, aku juga pernah sangat kagum pada seorang wanita (lho?). Iya, seorang wanita dan bukan gadis kecil sebayaku. Aku sangat mengagumi guru bahasa inggrisku. Cantik, ramah, lembut, pokoknya benar-benar wanita sejati dimataku dan yang pasti, dia masih single! Aku selalu ingin pelajarannya tidak usah berakhir, dan kalau perlu seharian disekolah tidak usah ada mata pelajaran lain selain bahasa inggris. Hahahahahaha.... Dan bu guru ku yang cantik ini pula yang pertama mengenalkan aku pada sakitnya patah hati. Rasanya benar-benar menyakitkan ketika mengetahui ia sudah menikah. Pelajaran yang diberikannya pun sepertinya tidak menarik lagi buatku, dan aku mulai sering melawan kalau diajarkan. Untuk ibu guruku yang cantik dan baik hati, terima kasih sudah menginspirasi aku. Dan terima kasih sudah mengajarkanku rasanya patah hati di usia yang masih sangat muda. Hahahahaha... This one for you.

Tapi bukan berarti aku tidak normal dan suka perempuan yang lebih tua saja lho. Ada juga teman sekelas yang aku suka di SMP. Yang ini benar-benar sebaya, namanya Rina. Rumahnya kebetulan hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumahku. Aku sering pura-pura lewat depan rumahnya, naik sepeda atau jalan-jalan sendirian cuma buat melihat atap rumahnya. Gak berani melihat ke dalam apalagi memanggil orangnya. Takut.
Ada juga teman yang lain (yang ini laki-laki) yang suka padanya. Tapi nggak pernah ditanggapi Rina. Kalau menurutnya sih, anak ini kasar dan sok kaya. Lagian kita masih kecil, tugas kita belajar, belum boleh pacaran dulu, gitu kata Rina sih.
Sebuah pengalaman yang sampai saat ini tidak akan pernah kulupakan adalah ketika si anak sok kaya ini mencoba menyentuh Rina. Cuma ditepis dengan elakan oleh Rina. Tapi ia tidak menyerah dan terus mengejar. Saat itu aku cuma duduk terdiam, seperti dipaku mati dibangku ku. Aku sempat melihat tatapan mata Rina seperti minta bantuan padaku. Tapi lagi-lagi aku cuma bisa diam dan pura-pura tidak melihat. Aku benar-benar pengecut. What a loser!

Kucinta Meski Tak Kukenal

Saat ini aku punya 3 adik.
"Kenapa kok bilangnya saat ini?"
"Ya karena tadinya aku bisa saja punya 4 adik"
Weh... makin bingung kan?

Ada sebuah kejadian yang mungkin sampai saat ini masih kusesali.
Gini ceritanya. Waktu aku masih kelas 2 atau 3 SD, aku punya 2 adik. Satu laki-laki, dan satu perempuan. Dan saat itu Ibu sedang mengandung.
Sejak kecil, aku sudah di didik oleh orang tuaku untuk selalu menjadikan disiplin sebagai kebiasaan. Makan teratur, belajar teratur, pergi ke sekolah tepat waktu, dan pulang sekolah juga tepat waktu. Biasanya, aku nggak akan berani pulang ke rumah lebih dari jam 1.
Tapi entah kenapa, hari itu aku sepertinya sangat betah bermain bersama teman-temanku.
Sampai tanpa sadar, waktu sudah menunjukkan jam 3.
Mati aku.
Alamat kena marah nih.

Aku bergegas pulang kerumah.
Sampai ke dekat rumah, aku melihat didepan rumahku sudah ramai orang.
"Ada apa?" pikirku dalam hati.
Aku masuk kedalam rumah, dan diruang depan, kulihat Ibu sedang terbaring ditempat tidur.
Aku menatap bingung kepada orang-orang disekelilingku.
Sepertinya semua tetangga sedang berkumpul disini.

Ayah menyuruhku segera mengganti pakaian dan langsung mandi.
Aku secepatnya melaksanakan perintahnya dan langsung ke kamar mandi.
"Apa yang terjadi?" aku masih bertanya-tanya dalam hati.

Setelah mandi, aku dipanggil seorang kakak tetangga. Aku diajak kerumahnya.
Disana aku melihat kedua adikku sedang bermain.
Oh, rupanya mereka disini, pantas dari tadi nggak kelihatan.

Mungkin karena aku adalah anak paling besar, si kakak tetangga memutuskan untuk menjelaskan kepadaku, apa yang sebenarnya terjadi.
"Adikmu sudah lahir" kata si kakak.
"Perempuan" lanjutnya lagi.
"Cantik sekali"
"Wajahnya putih bersih, seperti malaikat"
Aku hanya diam dan menunggu kalimat selanjutnya.
Tapi karena si kakak sepertinya tidak berniat melanjutkan kalimatnya, aku balik bertanya.
"Dimana adikku, kak?"
Si kakak menghela nafas panjang. Diam sejenak.
Aku yang masih kecil sulit memahami bahasa-bahasa orang dewasa seperti ini.
"Dia sudah kembali ke Surga, tempatnya yang seharusnya"
Saat itu, aku memang sulit memahami, apa maksudnya kembali ke surga, atau apapun maksud si kakak.

Lama kemudian, aku baru memahami kejadian yang sebenarnya.
Adikku meninggal dunia ketika dilahirkan.
Aku tidak sempat berjumpa dengannya, karena si bayi tanpa dosa itu langsung dikuburkan.
Aku menyesali, kenapa aku harus bermain sampai sore.
Kalau saja aku pulang cepat, aku pasti bisa bertemu.
Setidaknya untuk yang pertama kali dan terakhir kali.

Sampai detik ini, aku tidak pernah tau, dimana adikku dikuburkan.
Aku coba bertanya pada orangtuaku, tapi sepertinya mereka pun lupa.
Selamat jalan adikku sayang. Aku tak sempat bertemu, pun tak sempat mengenalmu.
Sampai bertemu kelak disana.
Aku mencintaimu.

Aku (Bagian II)

Oke... Aku nyerah...

Tadinya aku sama sekali tidak mau menceritakan tentang diriku didalam blog ini. Males rasanya nulis tentang diri sendiri yang sama sekali nggak ada asyiknya untuk diceritakan. Tapi beberapa teman menyarankan untuk menuliskan nama sendiri di blog. Alasannya sih, siapa tau bisa ngetop, ntar gak ada yang kenal penulisnya, gimana? Beberapa sahabat yang udah follow di twitter juga nanya-nanya soal aku.
Tapi ya sudahlah, demi sahabat-sahabat baruku, nih, aku kasih aja sedikit yah...
Nama... aku nggak mau pakai nama depan atau margaku di blog ini. Jadi aku pakai nama tengah aja ya?
 
Sori.
Hah?
Iya, itu nama tengahku.
Namanya juga orang kampung. Namanya juga kampungan lah.
Kamu boleh panggil, "ri" atau "sori" tapi jangan panggil "sor", soalnya kalau di daerah Medan itu artinya lain.
Lahir tanggal XX-XX-1984. Jadi (saat ngetik ini...) umurku 29 tahun. Laki-laki tulen (dan suka sama lain jenis). Tinggi dan berat nggak proporsional (artinya aku sangat kurus).
Rambut keriting (ikal parah lah...) dan kulit agak legam karena kebakar matahari. Tapi percayalah, aslinya kulitku putih. Sumpah. Mirip-mirip Nicholas Saputra (putihnya doang). Tampang pas-pas an. Pas buat digebukin orang sekampung karna wajahku bisa bikin ayam mereka pada ketakutan dan nggak mau bertelur lagi. Aku berhasil menyelesaikan kuliahku dari sebuah perguruan tinggi di Medan (mungkin salah satu hal yang bisa kubanggakan dari diriku... terutama karena aku seorang pemalas kelas kakap). Saat ini aku bekerja di sebuah perusahaan swasta skala nasional (ciee... lagunya...) sebagai Office Boy...
Eh... nggak ding... aku kerja dibagian pemasaran.
Apa lagi ya?
Hobi? Makes? Mikes? Emangnya mau ngisi diary anak SD?
 
Dan kalau kamu memang kepengen tau, YA... SAYA JOMBLO!

Minor

Aku dilahirkan disebuah kota kecil, di pinggir pula Sumatera. Kota kelahiranku mungkin lebih pantas disebut kampung, kalau kamu adalah penduduk kota besar. Saat masih anak-anak, aku ingat kalau di (kampung) ku masih banyak terlihat hewan ternak semacam kambing atau lembu masih berkeliaran di jalan raya. Dan kalau lagi jalan-jalan dikampungku, harap hati-hati aja, kambing dan lembu belum punya WC khusus. Jadi masih suka buang hajat disembarang tempat.
Ya, Aku orang kampung.

Ayah dan Ibuku adalah orang Batak. Suku Batak Toba tepatnya. Dan orang Batak selalu menyandang marga dibelakang namanya, sebagai penanda bahwa ia adalah penerus generasi leluhurnya. Aku generasi ke-16 dari marga yang kusandang dibelakang namaku.

Walaupun kami adalah suku Batak Toba, di tanah kelahiranku, orang seperti kami bukan orang mayoritas. Bukan mayoritas dalam artian secara suku, karena disini suku Batak Toba adalah pendatang. Pun soal Agama, boleh dibilang 99% penduduk disini beragama Muslim. Sejak kecil aku sudah terbiasa menjadi kaum minoritas. Jangan salah sangka, aku tidak bilang semua orang mayoritas bersikap buruk kepada kaum minoritas (seperti kami). Tetap ada saja memang, mereka yang fanatik sampai dibutakan kebodohannya sendiri, tapi sekali lagi, tidak semuanya.

Hal menyenangkan seputar perbedaan Agama di kampungku adalah waktu hari raya tiba. Kebiasaan disini adalah mengantarkan kue-kue dan makanan khas hari raya kepada tetangga yang beragama lain. Nah, sebagai gantinya, orang tua akan memberikan uang saku untuk anak-anak yang mengantar.
Lantas apa yang menyenangkan?
Ya jelas aja, kami kan minoritas. Jadi jelas hampir semua tetangga akan mengantarkan kue-kue dan makanan kerumah. Walaupun bukan hari raya kami, jangan tanya banyaknya makanan yang tersedia dirumah. Segala macam tersedia berlimpah ruah.
Sebaliknya kalau giliran hari raya kami yang tiba, aku bakal kerepotan mengantar kue-kue dan makanan kepada tetangga. Saking banyaknya tetangga yang harus diantaran makanan, sampai banyak yang nggak kebagian. Bukan karena makanannya habis, tapi yang ngantarin makanan udah nggak sanggup lagi.
Hadiahnya? Hehehehehe... jangan tanya lagi. Kalau dihitung-hitung, dalam sehari atau dua hari, aku bisa mengumpulkan uang saku yang jumlahnya kira-kira sama dengan gaji sebulan seorang PNS golongan II.

Aku

Siapa aku, atau siapa namaku mungkin tidaklah penting.
Aku cuma orang biasa, seperti kamu, seperti juga kebanyakan orang biasa lainnya.
I'm just an ordinary people, just like you.
Tak ada hal istimewa yang bisa dibanggakan dari diriku. Kecuali mungkin ceritaku.
Aku senang bercerita. Menceritakan kehidupan dan berbagi pengalaman membuatku sejenak bisa melupakan masalah. Aku tidak ingin lari. Tapi kadang-kadang aku merasa jenuh dengan rutinitas.
Tapi ini bukan fiksi. Dan semua yang kamu baca disini adalah cerita nyata. Sebuah realita.
Aku memang suka membaca buku, tapi aku tidak terbiasa dengan bahasa sastra. Jadi aku hanya bisa menceritakan segala pengalamanku dengan cara yang aku tahu. Tulis dulu, baru pikirkan.

Kenapa?
Untuk apa aku menuliskan semuanya ini?
Untuk apa kubagikan cerita ini?


Sebenarnya aku tidak tau pasti kenapa. Untuk pertanyaan semacam itu aku tidak punya jawaban pasti.
Yang aku tahu, aku cuma ingin menuliskannya, menceritakan dan membagikannya kepada siapa saja yang mau. Itu saja.

Mungkin juga aku punya motivasi lain. Misalnya mencari simpati?
Numpang tenar di internet?
Mungkin.
Aku cuma bisa bilang, mungkin.
Inilah aku.